Era globalisasi banyak berpengaruh pada kehidupan seorang muslim, sedar atau tidak sedar mereka terseret ke dalam arusnya. Sehingga dijumpai banyak orang menyatakan: “Yang haram saja susah apalagi yang halal.” Satu ungkapan yang menggambarkan rendahnya keimanan dan keyakinan mereka terhadap rahmat dan rezeki Allah. Padahal Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan dengan sangat jelas sekali bahwa Allah akan mencukupkan rezeki mereka dan tidak membebankan hal itu kepada bahu mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:
“Dan berapa banyak binatang yang tidak dapat membawa / mengurus rezekinya sendiri.Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Ankabut: 60)
dan firman-Nya:
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan.” (QS. Adz Dzariyat:57)
Dalam dua ayat di atas jelaslah Allah sebagai pemberi rezeki kepada semua makhluknya, lalu Ia mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghalalkan yang baik-baik dan mengharamkan yang buruk bagi manusia, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
“(Iaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang namanya mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al a’raf:157)
Makanlah yang halal dan baik saja
Setelah mengetahui yang dihalalkan Allah adalah semua yang baik dan sebaliknya yang diharamkan semuanya pasti buruk, apalagi yang menjadi halangan menghindari yang haram dan hanya mengambil yang halal saja?
Tinggal kita laksanakan saja perintah Allah untuk memakan yang halal dan baik dan tidak mengikuti jejak dan ajakan syaitan yang mengajak kepada keburukan dan kesengsaraan. Allah berfirman:
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan, kerana sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:168)
Kerana hal ini merupakan wujud syukur kita kepada Allah yang telah memberikan rezeki-Nya yang luas dan banyak. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah:172)
Apabila kita bersyukur, Allah akan menambah anugerah-Nya. Jangan sekali-kali kita ingkar terhadap nikmat Allah dan melampaui batas, sebab jika kita ingkar terhadap nikmat Allah maka kebinasaan ada di hadapan kita.
Allah berfirman:
“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaanKu menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaanKu, maka sesungguhnya binasalah ia.” (QS. Thaaha:81)
Pentingnya makan yang halal dan bahaya makan yang haram
Permasalahan halal dan haram sangat penting sekali bagi seorang muslim, dan ini ditunjukkan langsung dengan hubungkaitnya Allah antara makanan yang baik dengan amal shalih dan ibadah. Di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul dalam firman-Nya: ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’” (Qs. al-Mu’minun: 51). [HR Muslim]
Dan Allah berfirman:“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (Qs. al-Baqarah: 172).
Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut masai seperti debu menghulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdo’a: ‘Ya Rabb, Ya Rabb,’ sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!”[HR Muslim]
Dalam hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa makanan yang dimakan seseorang mempengaruhi diterima dan tidaknya amal shalih seseorang. Hal ini tentunya cukup membuat kita memberikan perhatiaan yang serius dan berhati-hati dalam permasalahan ini.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa amal tidak diterima dan tidak suci kecuali dengan memakan makanan yang halal. Sedangkan memakan makanan yang haram dapat merosak amal perbuatan dan membuatnya tidak diterima”
Hal ini sangat berbahaya sekali, perhatikan lagi sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain:
“Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram maka Neraka lebih pantas baginya.” [HR Tirmidzi]
Mudah-mudahan hal ini membuat kita lebih berhati-hati. Wallahu Al Muwaffiq.
Sunday, November 20, 2011
Friday, November 18, 2011
Sifat Tawakkal..
Salah satu cara ampuh untuk mengubati penyakit kejiwaan bahkan juga penyakit-penyakit fizikal, adalah dengan menghadirkan:
“Hati yang teguh dan tidak terpengaruhi oleh ilusi dan khayalan fikiran-fikiran negatif.”
Sebab, bila seseorang suka menerima khayalan-khayalan, hatinya memberikan reaksi terhadap berbagai pengaruh dari luar, seperti perasaan takut akan penyakit dan sebagainya, atau perasaan marah dan merasa terganggu sekali kerana hal-hal yang menyakitkan atau kerana memikirkan musibah yang akan menimpa atau kenikmatan yang akan hilang.
Semua itu akan menenggelamkannya dalam kesedihan, penyakit rohani mahupun jasmani dan menghancurkan jiwanya. Kesan buruk dan bahayanya sememangnya diketahui ramai.
Jika hati bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada prasangka-prasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan negatif, yakin serta mengharapkan sekali karunia Allah, maka akan terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fizikal dan jiwa. Hati akan mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak dapat diungkapkan.
Banyak orang yang kuat hatinya tapi masih terpengaruh dengan prasangka-prasangaka apalagi orang yang memang lemah hatinya. Dan betapa sering hal tersebut menyebabkan kedunguan dan kegilaan! Orang yang sihat dan selamat adalah yang diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diberiNya taufik untuk berusaha mendapatkan faktor-faktor yang dapat menguatkan hatinya dan mengusir kegelisahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya.” (QS: Ath-Thalaq: 3)
Artinya Allah akan mencukupkan untuknya semua apa yang dia perlukan dari urusan agama dan dunianya.
Maka orang yang bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hatinya akan kuat. Tidak dapat dipengaruhi prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk petunjuk lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan. Dia tahu, Allah akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-Nya, dia yakin kepada Allah dan tenang kerana percaya akan janjiNya. Dengan demikian, hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembiraan dan perasaan takut menjadi keamanan. Kita memohon kepada Allah kesihatan dan keselamatan. Semoga Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan dan ketetapan hati dengan sikap tawakkal secara keseluruhan. Kerana Allah telah menjamin pelakunya dengan segala kebaikan dan menolak segala musibah dan kesedihan. Wallahu a’lam…
“Hati yang teguh dan tidak terpengaruhi oleh ilusi dan khayalan fikiran-fikiran negatif.”
Sebab, bila seseorang suka menerima khayalan-khayalan, hatinya memberikan reaksi terhadap berbagai pengaruh dari luar, seperti perasaan takut akan penyakit dan sebagainya, atau perasaan marah dan merasa terganggu sekali kerana hal-hal yang menyakitkan atau kerana memikirkan musibah yang akan menimpa atau kenikmatan yang akan hilang.
Semua itu akan menenggelamkannya dalam kesedihan, penyakit rohani mahupun jasmani dan menghancurkan jiwanya. Kesan buruk dan bahayanya sememangnya diketahui ramai.
Jika hati bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada prasangka-prasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan negatif, yakin serta mengharapkan sekali karunia Allah, maka akan terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fizikal dan jiwa. Hati akan mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak dapat diungkapkan.
Banyak orang yang kuat hatinya tapi masih terpengaruh dengan prasangka-prasangaka apalagi orang yang memang lemah hatinya. Dan betapa sering hal tersebut menyebabkan kedunguan dan kegilaan! Orang yang sihat dan selamat adalah yang diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diberiNya taufik untuk berusaha mendapatkan faktor-faktor yang dapat menguatkan hatinya dan mengusir kegelisahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya.” (QS: Ath-Thalaq: 3)
Artinya Allah akan mencukupkan untuknya semua apa yang dia perlukan dari urusan agama dan dunianya.
Maka orang yang bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hatinya akan kuat. Tidak dapat dipengaruhi prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk petunjuk lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan. Dia tahu, Allah akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-Nya, dia yakin kepada Allah dan tenang kerana percaya akan janjiNya. Dengan demikian, hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembiraan dan perasaan takut menjadi keamanan. Kita memohon kepada Allah kesihatan dan keselamatan. Semoga Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan dan ketetapan hati dengan sikap tawakkal secara keseluruhan. Kerana Allah telah menjamin pelakunya dengan segala kebaikan dan menolak segala musibah dan kesedihan. Wallahu a’lam…
Monday, November 14, 2011
Cinta dan hati..
Gembira adalah lawan dari perasaan sedih, ia termasuk rintangan jiwa. Hanya gembira dengan Allah yang menjadikan hati mampu memperoleh hakikat kehidupan.
Seorang hamba akan merasa gembira jika sudah mendapatkan cinta Allah, dan cinta Allah akan dapat diraih dengan mengenal Allah. Cinta Allah ini akan menyingkap mendung kegundahan, kesedihan dan duka cita dari hati seorang hamba. Allah berfirman:
“Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah itu mereka gembira.” (Yunus: 58).
Kegembiraaan dengan karunia dan rahmat Allah itu mengikuti kegembiraan dengan Allah . Orang mukmin berbahagia dengan Rabbnya melebihi semua bentuk kegembiraan yang ada. Sesungguhnya hati jika mendapatkan nikmatnya kebahagiaan seperti di atas, ia akan terpancar dalam riak wajahnya.
Demikianlah dengan jelas Ibnu Qayyim menyatakan kepada kita cara terbaik untuk mentarbiyah perasaan cinta, hingga perasan ini mampu mengendalikan semua rangsangan yang menurut beliau disebut penghalang-penghalang jiwa, yang akhirnya semua ransangan tersebut bergerak dan menghadap kepada apa-apa yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala.
Menurut beliau, termasuk wasilah yang mampu menghantarkan hati meraih kebahagiaan dan kegembiraan, dan akan melapangkan dada adalah ihsan (perbuatan baik). Beliau berkata, Ihsan akan membahagiakan hati dan melapangkan dada, mendatangkan nikmat dan mengusir bencana. Sebaliknya meninggalkan ihsan akan mendatangkan kesedihan, kegundahan dan kesempitan dalam hati. Beliau berkata, Sebaliknya, meninggalkan ihsan akan mengakibatkan kesempitan dan kegundahan hati serta akan menghalangi sampainya nikmat ke dalamnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan ihsan adalah memenuhi hak badan dan mendermakan harta kepada yang memerlukan. Yang demikian itu beliau jelaskan ketika sedang mengupas tentang hakikat pengecut dan bakhil, beliau berkata, Pengecut adalah meninggalkan ihsan terhadap badan, sedang bakhil ialah meninggalkan ihsan terhadap harta. Sesungguhnya pengecut dan bakhil adalah dua hal yang selalu bergandingan. Adapun ihsan pengertiannya adalah, Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu. Wallahu ‘Alam.
Seorang hamba akan merasa gembira jika sudah mendapatkan cinta Allah, dan cinta Allah akan dapat diraih dengan mengenal Allah. Cinta Allah ini akan menyingkap mendung kegundahan, kesedihan dan duka cita dari hati seorang hamba. Allah berfirman:
“Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah itu mereka gembira.” (Yunus: 58).
Kegembiraaan dengan karunia dan rahmat Allah itu mengikuti kegembiraan dengan Allah . Orang mukmin berbahagia dengan Rabbnya melebihi semua bentuk kegembiraan yang ada. Sesungguhnya hati jika mendapatkan nikmatnya kebahagiaan seperti di atas, ia akan terpancar dalam riak wajahnya.
Demikianlah dengan jelas Ibnu Qayyim menyatakan kepada kita cara terbaik untuk mentarbiyah perasaan cinta, hingga perasan ini mampu mengendalikan semua rangsangan yang menurut beliau disebut penghalang-penghalang jiwa, yang akhirnya semua ransangan tersebut bergerak dan menghadap kepada apa-apa yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala.
Menurut beliau, termasuk wasilah yang mampu menghantarkan hati meraih kebahagiaan dan kegembiraan, dan akan melapangkan dada adalah ihsan (perbuatan baik). Beliau berkata, Ihsan akan membahagiakan hati dan melapangkan dada, mendatangkan nikmat dan mengusir bencana. Sebaliknya meninggalkan ihsan akan mendatangkan kesedihan, kegundahan dan kesempitan dalam hati. Beliau berkata, Sebaliknya, meninggalkan ihsan akan mengakibatkan kesempitan dan kegundahan hati serta akan menghalangi sampainya nikmat ke dalamnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan ihsan adalah memenuhi hak badan dan mendermakan harta kepada yang memerlukan. Yang demikian itu beliau jelaskan ketika sedang mengupas tentang hakikat pengecut dan bakhil, beliau berkata, Pengecut adalah meninggalkan ihsan terhadap badan, sedang bakhil ialah meninggalkan ihsan terhadap harta. Sesungguhnya pengecut dan bakhil adalah dua hal yang selalu bergandingan. Adapun ihsan pengertiannya adalah, Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu. Wallahu ‘Alam.
Friday, November 11, 2011
Syarat Ibadah Yang Diterima Allah Subhanahu Wa Taala..
Pernahkah terlintas di hati kita apakah ibadah kita itu diterima ataukah tidak? Tidak ada seorang pun yang dapat menjamin hal ini, semestinya bagi tiap mukmin untuk beramal dengan sentiasa berharap dan cemas. Berharap agar ia mendapat ridha Allah serta janji-janji yang sudah ditetapkan Allah dalam Al Qur’an dan cemas kalau-kalau ibadahnya tidak diterima. Dan janganlah kita merasa kagum atas amal yang kita lakukan dan merasa bahwa ibadah kita pasti diterima.
Ibadah secara bahasa bermakna merendahkan diri dan tunduk. Sedang secara istilah, ulama banyak memberikan makna. Namun makna yang paling lengkap adalah seperti yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Suatu kata yang meliputi segala perbuatan dan perkataan; zahir mahupun batin yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Dengan demikian ibadah terbahagi menjadi tiga: ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan.
Syarat Diterimanya Amal Ibadah
Semua amalan dapat dikatakan sebagai ibadah yang diterima bila memenuhi dua syarat iaitu Ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam). Kedua syarat ini terangkum dalam firman Allah:
“…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS: Al Kahfi: 110).
Beramal shalih maksudnya iaitu melaksanakan ibadah sesuai dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi, dan tidak mempersekutukan dalam ibadah maksudnya mengikhlashkan ibadah hanya untuk Allah semata-mata.
Hal ini diisyaratkan pula dalam firmanNya:
”(Tidak demikian) dan bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabbnya dan tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah: 112).
Menyerahkan diri kepada Allah bererti mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepada Allh saja. Berbuat kebajikan (ihsan) berarti mengikuti syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat pertama (ikhlas) merupakan syarat dari syahadat pertama (persaksian tiada sembahan yang benar kecuali Allah semata). Sebab persaksian ini menuntut kita untuk mengikhlaskan semua ibadah kita hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Sedang syarat kedua (mutaba’ah) adalah konsekuensi dari syahadat kedua (persaksian Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagai hamba dan utusan-Nya).
Ikhlas dalam Ibadah
Seluruh ibadah yang kita lakukan harus ditujukan untuk Allah semata-mata. Walaupun seseorang beribadah siang dan malam, jika tidak ikhlas (dilandasi tauhid) maka sia-sialah amal tersebut.
Allah berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
(QS: Al Bayyinah: 5)
Maka sungguh beruntunglah seseorang yang selalu mengawasi hatinya, kemanakah maksud hati tatkala ia beribadah, apakah untuk Allah, ataukah untuk selain Allah. Perhatikanlah jenis amal-amal berikut:
Amalan riya’ semata-mata
-Iaitu amalan itu dilakukan hanya supaya dilihat makhluk atau kerana tujuan duniawi. Amalan seperti ini hangus, tidak bernilai sama sekali dan pelakunya layak mendapat murka Allah. Amalan yang ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan disertai riya’ dari sejak awalnya, maka nas-nas yang shahih menunjukkan amalan seperti ini bathil dan terhapus. Amalan yang ditujukan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan disertai niat lain selain riya’. Seperti jihad yang diniatkan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kerana menghendaki harta rampasan perang. Amalan seperti ini berkurang pahalanya dan tidak sampai batal dan tidak sampai terhapus amalnya.
Amalan yang awalnya ditujukan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian terdetik rasa riya’ di tengah-tengah
-Maka amalan ini terbagi menjadi dua, jika riya’ tersebut terasa sebentar dan segera dihalau maka riya’ tersebut tidak berpengaruh apa-apa. Namun jika riya’ tersebut selalu menyertai amalannya maka pendapat terkuat di antara ulama menyatakan bahwa amalannya tidak batal dan dinilai niat awalnya sebagaimana pendapat Hasan Al Bashri. Namun dia tetap berdosa kerana riya’nya tersebut dan tambahan amal (perpanjangan amal kerana riya’) terhapus. Sedang amal yang ikhlas kerana Allah kemudian mendapat pujian sehingga dia senang dengan pujian tersebut, maka hal ini tidak berpengaruh apa–apa terhadap amalnya.
Beribadah Hanya Dengan Syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ibadah bukanlah produk akal atau perasaan manusia. Ibadah merupakan sesuatu yang diridhai Allah, dan engkau tidak akan mengetahui apa yang diridhai Allah kecuali setelah Allah khabarkan atau dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan seluruh kebaikan telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak tersisa sedikit pun. Tidak ada dalam kamus ibadah seseorang melaksanakan sesuatu kerana menganggap ini baik, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencontohkan. Sehingga tatkala ditanya: “Mengapa engkau melakukan ini?” lalu ia menjawab: “Bukankah ini sesuatu yang baik? Mengapa engkau melarang aku dari melakukan yang baik?” Saudaraku, bukan akal dan perasaanmu yang menjadi hakim baik buruknya. Apakah engkau merasa lebih taqwa dan shalih daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang melakukan satu amalan (ibadah) yang tiada dasarnya dari kami maka ia tertolak.” (HR: Muslim)
Apakah Ibadah kita telah sesuai dengan tatacara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hal berikut ini:
Sebabnya. Ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebab yang tidak disyari’atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima. Contoh: Ada orang melakukan sholat tahajjud pada malam dua puluh tujuh bulan Rejab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajjud adalah ibadah tetapi kerana dikaitkan dengan sebab yang tidak ditetapkan syari’at maka shalat kerana sebab tersebut hukumnya bid’ah.
Jenisnya- Ertinya ibadah harus sesuai dengan syariat dalam jenisnya, contoh seseorang yang menyembelih kuda untuk korban adalah tidak sah, kerana menyalahi syari’at dalam jenisnya. Jenis binatang yang boleh dijadikan korban adalah unta, lembu dan kambing.
Kadar (bilangannya)- Kalau ada seseorang yang sengaja menambah bilangan raka’at shalat zhuhur menjadi lima raka’at, maka shalatnya bid’ah dan tidak diterima, kerana tidak sesuai dengan ketentuan syariat dalam jumlah bilangan raka’atnya. Dari sini kita tahu kesalahan orang-orang yang berdzikir dengan menentukan jumlah bacaan tersebut sampai bilangan tertentu, baik dalam hitungan ribuan, ratusan ribu atau bahkan jutaan. Mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali penat dan murka Allah.
Kaifiyah (caranya)- Seandainya ada seseorang berwudhu dengan cara membasuh tangan dan muka saja, maka wudhunya tidak sah, kerana tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syariat.
Waktunya- Apabila ada orang menyembelih binatang korban Aidil Adha pada hari pertama bulan Dzulhijjah, maka tidak sah, kerana syari’at menentukan penyembelihan pada hari raya dan hari tasyriq saja.
Tempatnya- Andaikan ada orang beri’tikaf di tempat selain Masjid, maka tidak sah i’tikafnya. Sebab tempat i’tikaf hanyalah di Masjid.
Marilah kita wujudkan tuntutan dua kalimat syahadat ini, iaitu kita menjadikan ibadah yang kita lakukan semata-mata hanya untuk Allah dan kita beribadah hanya dengan syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap tarikan nafas dan detik-detik kehidupan kita, semoga dengan demikian kita semua menjadi hamba-Nya yang bersyukur, bertaqwa dan diridhai-Nya. Wallahu a’lam
Ibadah secara bahasa bermakna merendahkan diri dan tunduk. Sedang secara istilah, ulama banyak memberikan makna. Namun makna yang paling lengkap adalah seperti yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Suatu kata yang meliputi segala perbuatan dan perkataan; zahir mahupun batin yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Dengan demikian ibadah terbahagi menjadi tiga: ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan.
Syarat Diterimanya Amal Ibadah
Semua amalan dapat dikatakan sebagai ibadah yang diterima bila memenuhi dua syarat iaitu Ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam). Kedua syarat ini terangkum dalam firman Allah:
“…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS: Al Kahfi: 110).
Beramal shalih maksudnya iaitu melaksanakan ibadah sesuai dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi, dan tidak mempersekutukan dalam ibadah maksudnya mengikhlashkan ibadah hanya untuk Allah semata-mata.
Hal ini diisyaratkan pula dalam firmanNya:
”(Tidak demikian) dan bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabbnya dan tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah: 112).
Menyerahkan diri kepada Allah bererti mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepada Allh saja. Berbuat kebajikan (ihsan) berarti mengikuti syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat pertama (ikhlas) merupakan syarat dari syahadat pertama (persaksian tiada sembahan yang benar kecuali Allah semata). Sebab persaksian ini menuntut kita untuk mengikhlaskan semua ibadah kita hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Sedang syarat kedua (mutaba’ah) adalah konsekuensi dari syahadat kedua (persaksian Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagai hamba dan utusan-Nya).
Ikhlas dalam Ibadah
Seluruh ibadah yang kita lakukan harus ditujukan untuk Allah semata-mata. Walaupun seseorang beribadah siang dan malam, jika tidak ikhlas (dilandasi tauhid) maka sia-sialah amal tersebut.
Allah berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
(QS: Al Bayyinah: 5)
Maka sungguh beruntunglah seseorang yang selalu mengawasi hatinya, kemanakah maksud hati tatkala ia beribadah, apakah untuk Allah, ataukah untuk selain Allah. Perhatikanlah jenis amal-amal berikut:
Amalan riya’ semata-mata
-Iaitu amalan itu dilakukan hanya supaya dilihat makhluk atau kerana tujuan duniawi. Amalan seperti ini hangus, tidak bernilai sama sekali dan pelakunya layak mendapat murka Allah. Amalan yang ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan disertai riya’ dari sejak awalnya, maka nas-nas yang shahih menunjukkan amalan seperti ini bathil dan terhapus. Amalan yang ditujukan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan disertai niat lain selain riya’. Seperti jihad yang diniatkan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kerana menghendaki harta rampasan perang. Amalan seperti ini berkurang pahalanya dan tidak sampai batal dan tidak sampai terhapus amalnya.
Amalan yang awalnya ditujukan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian terdetik rasa riya’ di tengah-tengah
-Maka amalan ini terbagi menjadi dua, jika riya’ tersebut terasa sebentar dan segera dihalau maka riya’ tersebut tidak berpengaruh apa-apa. Namun jika riya’ tersebut selalu menyertai amalannya maka pendapat terkuat di antara ulama menyatakan bahwa amalannya tidak batal dan dinilai niat awalnya sebagaimana pendapat Hasan Al Bashri. Namun dia tetap berdosa kerana riya’nya tersebut dan tambahan amal (perpanjangan amal kerana riya’) terhapus. Sedang amal yang ikhlas kerana Allah kemudian mendapat pujian sehingga dia senang dengan pujian tersebut, maka hal ini tidak berpengaruh apa–apa terhadap amalnya.
Beribadah Hanya Dengan Syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ibadah bukanlah produk akal atau perasaan manusia. Ibadah merupakan sesuatu yang diridhai Allah, dan engkau tidak akan mengetahui apa yang diridhai Allah kecuali setelah Allah khabarkan atau dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan seluruh kebaikan telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak tersisa sedikit pun. Tidak ada dalam kamus ibadah seseorang melaksanakan sesuatu kerana menganggap ini baik, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencontohkan. Sehingga tatkala ditanya: “Mengapa engkau melakukan ini?” lalu ia menjawab: “Bukankah ini sesuatu yang baik? Mengapa engkau melarang aku dari melakukan yang baik?” Saudaraku, bukan akal dan perasaanmu yang menjadi hakim baik buruknya. Apakah engkau merasa lebih taqwa dan shalih daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang melakukan satu amalan (ibadah) yang tiada dasarnya dari kami maka ia tertolak.” (HR: Muslim)
Apakah Ibadah kita telah sesuai dengan tatacara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hal berikut ini:
Sebabnya. Ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebab yang tidak disyari’atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima. Contoh: Ada orang melakukan sholat tahajjud pada malam dua puluh tujuh bulan Rejab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi’raj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajjud adalah ibadah tetapi kerana dikaitkan dengan sebab yang tidak ditetapkan syari’at maka shalat kerana sebab tersebut hukumnya bid’ah.
Jenisnya- Ertinya ibadah harus sesuai dengan syariat dalam jenisnya, contoh seseorang yang menyembelih kuda untuk korban adalah tidak sah, kerana menyalahi syari’at dalam jenisnya. Jenis binatang yang boleh dijadikan korban adalah unta, lembu dan kambing.
Kadar (bilangannya)- Kalau ada seseorang yang sengaja menambah bilangan raka’at shalat zhuhur menjadi lima raka’at, maka shalatnya bid’ah dan tidak diterima, kerana tidak sesuai dengan ketentuan syariat dalam jumlah bilangan raka’atnya. Dari sini kita tahu kesalahan orang-orang yang berdzikir dengan menentukan jumlah bacaan tersebut sampai bilangan tertentu, baik dalam hitungan ribuan, ratusan ribu atau bahkan jutaan. Mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali penat dan murka Allah.
Kaifiyah (caranya)- Seandainya ada seseorang berwudhu dengan cara membasuh tangan dan muka saja, maka wudhunya tidak sah, kerana tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syariat.
Waktunya- Apabila ada orang menyembelih binatang korban Aidil Adha pada hari pertama bulan Dzulhijjah, maka tidak sah, kerana syari’at menentukan penyembelihan pada hari raya dan hari tasyriq saja.
Tempatnya- Andaikan ada orang beri’tikaf di tempat selain Masjid, maka tidak sah i’tikafnya. Sebab tempat i’tikaf hanyalah di Masjid.
Marilah kita wujudkan tuntutan dua kalimat syahadat ini, iaitu kita menjadikan ibadah yang kita lakukan semata-mata hanya untuk Allah dan kita beribadah hanya dengan syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap tarikan nafas dan detik-detik kehidupan kita, semoga dengan demikian kita semua menjadi hamba-Nya yang bersyukur, bertaqwa dan diridhai-Nya. Wallahu a’lam
Wednesday, November 9, 2011
Persoalan Cinta Dan Berkahwin Tanpa Cinta Menurut Syariat Islam..
Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam jiwa manusia, iaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan fikiran dan fizikalnya. Sebagaimana Firman Allah :
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri , supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya , dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21)
Cinta pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu yang kotor, kerana kekotoran dan kesucian tergantung dari bingkainya. Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai yang kotor dan haram. Cinta mengandungi segala makna kasih sayang, keharmonian, penghargaan dan kerinduan, disamping mengandungi persiapan untuk menempuh kehidupan dikala suka dan duka, lapang dan sempit.
Cinta Adalah Fitrah Yang Suci
Cinta bukanlah hanya sebuah tarikan secara fizikal saja. Tarikan secara fizikal hanyalah permulaan cinta bukan puncaknya.Dan sememangnya fitrah manusia untuk menyukai keindahan.Namun, disamping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan keperibadian dengan akhlak yang baik.
Islam adalah agama fitrah kerana itulah islam tidaklah membelenggu perasaan manusia.Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia .Akan tetapi Islam mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga , dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya.
Islam mebersihkan dan mengarahkan perasaan cinta dan mengajarkan bahwa sebelum dilaksanakan akad nikah harus bersih dari persentuhan yang haram.
Berkahwin Tanpa Cinta
Adakalanya sebuah pernikahan terjadi tanpa dilandasi oleh cinta. Mereka berpendapat bahwa cinta itu akan muncul setelah pernikahan. Islam memandang bahwa faktor tarikan merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja.Islam melarang seorang wali menikahkan seorang gadis tanpa persetujuannya dan menghalanginya untuk memilih lelaki yang disukainya seperti yang termuat dalam Al Qur’an dan Assunnah.
Firman Allah : “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kahwin dengan bakal suaminya” (QS. Al Baqarah: 232)
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu , bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam , lalu ia memberitahukan bahwa ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka , lalu Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam memberikan hak kepadanya untuk memilih” (HR Abu Daud)
Kerana yang menjalani sebuah pernikahan adalah kedua pasangan itu bukanlah wali mereka.
Selain itu seorang yang hendak menikah hendaklah melihat dahulu calon pasangannya seperti termuat dalam hadis:
“Apabila salah seorang dari kamu meminang seorang wanita maka tidaklah dosa atasnya untuk melihatnya, jika melihatnya itu untuk meminang, meskipun wanita itu tidak melihatnya” (HR. Imam Ahmad)
Memang benar dalam beberapa kes, pasangan yang menikah tanpa didasari cinta dapat mempertahankan pernikahannya. Tapi apakah hal ini selalu terjadi, bagaimana bila yang terjadi adalah sebuah neraka pernikahan, kedua pasangan saling membenci dan saling mencaci maki satu sama lain. Sebuah pernikahan dalam Islam diharapkan dapat memayungi pasangan itu untuk menikmati kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang dengan mengikat diri dalam sebuah perjanjian suci yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kerana itulah rasa cinta dan kasih sayang ini sudah selayaknya merupakan hal yang harus diperhatikan sebelum kedua pasangan mengikat diri dalam pernikahan. Kerana inilah salah satu kunci kebahagian yang hakiki dalam menghadapi masalah-masalah rumah tangga pada masa mendatang.
Wallahu a’lam…
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri , supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya , dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21)
Cinta pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu yang kotor, kerana kekotoran dan kesucian tergantung dari bingkainya. Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai yang kotor dan haram. Cinta mengandungi segala makna kasih sayang, keharmonian, penghargaan dan kerinduan, disamping mengandungi persiapan untuk menempuh kehidupan dikala suka dan duka, lapang dan sempit.
Cinta Adalah Fitrah Yang Suci
Cinta bukanlah hanya sebuah tarikan secara fizikal saja. Tarikan secara fizikal hanyalah permulaan cinta bukan puncaknya.Dan sememangnya fitrah manusia untuk menyukai keindahan.Namun, disamping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan keperibadian dengan akhlak yang baik.
Islam adalah agama fitrah kerana itulah islam tidaklah membelenggu perasaan manusia.Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia .Akan tetapi Islam mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga , dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya.
Islam mebersihkan dan mengarahkan perasaan cinta dan mengajarkan bahwa sebelum dilaksanakan akad nikah harus bersih dari persentuhan yang haram.
Berkahwin Tanpa Cinta
Adakalanya sebuah pernikahan terjadi tanpa dilandasi oleh cinta. Mereka berpendapat bahwa cinta itu akan muncul setelah pernikahan. Islam memandang bahwa faktor tarikan merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja.Islam melarang seorang wali menikahkan seorang gadis tanpa persetujuannya dan menghalanginya untuk memilih lelaki yang disukainya seperti yang termuat dalam Al Qur’an dan Assunnah.
Firman Allah : “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kahwin dengan bakal suaminya” (QS. Al Baqarah: 232)
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu , bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam , lalu ia memberitahukan bahwa ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka , lalu Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam memberikan hak kepadanya untuk memilih” (HR Abu Daud)
Kerana yang menjalani sebuah pernikahan adalah kedua pasangan itu bukanlah wali mereka.
Selain itu seorang yang hendak menikah hendaklah melihat dahulu calon pasangannya seperti termuat dalam hadis:
“Apabila salah seorang dari kamu meminang seorang wanita maka tidaklah dosa atasnya untuk melihatnya, jika melihatnya itu untuk meminang, meskipun wanita itu tidak melihatnya” (HR. Imam Ahmad)
Memang benar dalam beberapa kes, pasangan yang menikah tanpa didasari cinta dapat mempertahankan pernikahannya. Tapi apakah hal ini selalu terjadi, bagaimana bila yang terjadi adalah sebuah neraka pernikahan, kedua pasangan saling membenci dan saling mencaci maki satu sama lain. Sebuah pernikahan dalam Islam diharapkan dapat memayungi pasangan itu untuk menikmati kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang dengan mengikat diri dalam sebuah perjanjian suci yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kerana itulah rasa cinta dan kasih sayang ini sudah selayaknya merupakan hal yang harus diperhatikan sebelum kedua pasangan mengikat diri dalam pernikahan. Kerana inilah salah satu kunci kebahagian yang hakiki dalam menghadapi masalah-masalah rumah tangga pada masa mendatang.
Wallahu a’lam…
Kiamat Semakin Dekat..
Waktu antara diutusnya Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasalam dengan hari kiamat sangatlah dekat. Demikian pemberitaan dari nabi sendiri, yang menyedarkan kita agar lebih bergegas dan bersiap dalam membawa perbekalan sebagai persiapannya.
Meski pun ramai yang sepakat bahwa kiamat memang dekat, namun majoriti kita sering tak sedar atau berpura tak sedar, bahkan larut dalam berbagai perhiasan dunia yang melalaikan. Sejenak, mari kita kembali membaca dan menyaksikan beberapa bukti kukuh tanda dekatnya hari kiamat. Agar hati kembali tersedar bahwa masa itu memang telah dekat, semakin dekat menjelang. Mengakhiri sebuah kehidupan peradaban manusia di dunia menuju sebuah kehidupan panjang, kekal dan abadi iaitu kehidupan akhirat. Sebagai sebuah peringatan yang nyata bagi setiap yang memiliki akal fikiran.
Diantara tanda kiamat yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam yang kini telah nyata di depan mata kita adalah:
” Sesungguhnya di antara tanda-tanda akan datangnya kiamat adalah jika ilmu(agama) diangkat/hilang, kebodohan dikukuhkan , arak/minuman keras diminum dan perzinaan tampak nyata” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Tanda ini dikategorikan dalam tanda kiamat sughra (kecil) bukan tanda kubra. Namun bukan bererti memberikan kesempatan bagi kita untuk bersantai dan bernafas panjang, dan mengatakan “kiamat masih jauh”. Bahkan seharusnya menjadi pelajaran bagi kita bahwa apa yang diberitakan nabi adalah haq (benar) adanya. Maka perkhabaran nabi seperti kiamat besar dan syariat yang beliau bawa adalah benar pula adanya. Demikian semestinya seorang muslim berpandangan. Hal yang lain adalah tumbuhnya rasa syukur pada diri kita, kerana Allah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk mengurus lembaran kehidupan kita, menuliskan catatan kebaikan dalam buku kehidupan kita. Masih ada kesempatan untuk bertaubat kepada Allah Yang Ghafuur (Maha pengampun) dan Rahiim (maha pengasih).
Di zaman ini, selaras dengan sabda Nabi semakin minima ilmu dien/agama. Semakin sedikit para ulama ilmu syar’i iaitu para ulama di muka bumi. Satu demi satu dipanggil oleh Allah ke sisi-Nya. Tak lekang dari ingatan kita meninggalnya para ulama besar Islam beberapa waktu kebelakangan ini. Kesannya, manusia semakin jauh dari agama Islam. Kebodohan pun maharajalela di seluruh penjuru bumi kecuali yang dirahmati oleh Allah azza wa jalla. Orang pun berbuat sekehendaknya menuruti pujuk rayu syaitan, memperturutkan nafsu syahwat keduniaan.
Tak dapat dinafikan, khamar bertebaran, perzinaan meluas. Khamr dinamakan dengan nama yang lain, beragam sesuai kelas pencandunya. Berapa banyak pemuda islam yang meminum arak, meski pun cuma sekali-dua kali atau jadi keperluan hariannya, naudzubillah min dzalik. Khamar kini dijual bebas di berbagai penjuru, di kedai, restoran, hotel, kelab-kelab malam atau di warung-warung kecil. Dulu mungkin orang benci melihatnya, atau yang jual malu dengan orang, namun kini tak ada lagi kata malu dan benci. Orang yang meneguk bir atau arak pun kini tak ragu lagi. Orang lain pun tak peduli dan berkata-kata, yang penting tidak mengganggu kita. Innalillahi wa inna ilaihi raa jiun…..
Perzinaan pula kini merebak di sana-sini. Lokasi dan prasarana semakin lengkap, canggih, bebas, dan berkelas-kelas. Begitu mudahnya diperolehi di lorong-lorong, di pinggir jalan dan tempat-tempat yang lain. Pergaulan para pemuda pun penuh dengan muatan perzinaan. Muda-mudi bergaul dengan bebasnya, tanpa batas yang jelas. Perzinaan kini terasa menjadi hal yang tidak asing bagi telinga manusia. Untuk selanjutnya menjadi hal yang dibenarkan , naudzubillah. Inilah keadaan memperihatinkan yang dikhabarkan oleh rasul kita sebagai salah satu tanda hari kiamat. Sukakah kita dengan kemungkaran yang seperti ini ? Bila tidak, mari kita ikut ambil bahagian memperbaiki situasi ini !
Tanda kiamat lain yang diberitakan oleh nabi kita adalah tersia-sianya amanah. Ini dalam sabda nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam ketika beliau ditanya: “Wahai Rasulullah, bilakah Hari Kiamat itu? Rasulullah menjawab: ” Jika amanah telah disia-siakan tunggulah datangnya kiamat, orang itu berkata “Bagaimana mensia-siakannya(amanah)” Nabi bersabda: “Apabila perkara sudah diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat”
Perkara ini terjadi ketika kebodohan merata dan menjadi hal yang lumrah.
Amanah yang dimaksud di antaranya dalam perkara yang berkaitan dengan agama seperti khilafah, pemerintahan, hukum fatwa dan lain-lain. Mata kepala kita pun menyaksikan dengan jelas realiti dari tanda ini. Betapa banyak manusia di zaman ini yang berbicara dan berfatwa tanpa ilmu. Diulama’kan padahal bukan ulama. Dan juga diserahkannya kepemimpinan bukan pada orang yang sesuai, maka akan menjadi sebuah musibah yang luar biasa. Ini beberapa tanda dari kedekatan hari kiamat, dan memang ia semakin mendekat.Wallahu a’lam….
Meski pun ramai yang sepakat bahwa kiamat memang dekat, namun majoriti kita sering tak sedar atau berpura tak sedar, bahkan larut dalam berbagai perhiasan dunia yang melalaikan. Sejenak, mari kita kembali membaca dan menyaksikan beberapa bukti kukuh tanda dekatnya hari kiamat. Agar hati kembali tersedar bahwa masa itu memang telah dekat, semakin dekat menjelang. Mengakhiri sebuah kehidupan peradaban manusia di dunia menuju sebuah kehidupan panjang, kekal dan abadi iaitu kehidupan akhirat. Sebagai sebuah peringatan yang nyata bagi setiap yang memiliki akal fikiran.
Diantara tanda kiamat yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam yang kini telah nyata di depan mata kita adalah:
” Sesungguhnya di antara tanda-tanda akan datangnya kiamat adalah jika ilmu(agama) diangkat/hilang, kebodohan dikukuhkan , arak/minuman keras diminum dan perzinaan tampak nyata” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Tanda ini dikategorikan dalam tanda kiamat sughra (kecil) bukan tanda kubra. Namun bukan bererti memberikan kesempatan bagi kita untuk bersantai dan bernafas panjang, dan mengatakan “kiamat masih jauh”. Bahkan seharusnya menjadi pelajaran bagi kita bahwa apa yang diberitakan nabi adalah haq (benar) adanya. Maka perkhabaran nabi seperti kiamat besar dan syariat yang beliau bawa adalah benar pula adanya. Demikian semestinya seorang muslim berpandangan. Hal yang lain adalah tumbuhnya rasa syukur pada diri kita, kerana Allah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk mengurus lembaran kehidupan kita, menuliskan catatan kebaikan dalam buku kehidupan kita. Masih ada kesempatan untuk bertaubat kepada Allah Yang Ghafuur (Maha pengampun) dan Rahiim (maha pengasih).
Di zaman ini, selaras dengan sabda Nabi semakin minima ilmu dien/agama. Semakin sedikit para ulama ilmu syar’i iaitu para ulama di muka bumi. Satu demi satu dipanggil oleh Allah ke sisi-Nya. Tak lekang dari ingatan kita meninggalnya para ulama besar Islam beberapa waktu kebelakangan ini. Kesannya, manusia semakin jauh dari agama Islam. Kebodohan pun maharajalela di seluruh penjuru bumi kecuali yang dirahmati oleh Allah azza wa jalla. Orang pun berbuat sekehendaknya menuruti pujuk rayu syaitan, memperturutkan nafsu syahwat keduniaan.
Tak dapat dinafikan, khamar bertebaran, perzinaan meluas. Khamr dinamakan dengan nama yang lain, beragam sesuai kelas pencandunya. Berapa banyak pemuda islam yang meminum arak, meski pun cuma sekali-dua kali atau jadi keperluan hariannya, naudzubillah min dzalik. Khamar kini dijual bebas di berbagai penjuru, di kedai, restoran, hotel, kelab-kelab malam atau di warung-warung kecil. Dulu mungkin orang benci melihatnya, atau yang jual malu dengan orang, namun kini tak ada lagi kata malu dan benci. Orang yang meneguk bir atau arak pun kini tak ragu lagi. Orang lain pun tak peduli dan berkata-kata, yang penting tidak mengganggu kita. Innalillahi wa inna ilaihi raa jiun…..
Perzinaan pula kini merebak di sana-sini. Lokasi dan prasarana semakin lengkap, canggih, bebas, dan berkelas-kelas. Begitu mudahnya diperolehi di lorong-lorong, di pinggir jalan dan tempat-tempat yang lain. Pergaulan para pemuda pun penuh dengan muatan perzinaan. Muda-mudi bergaul dengan bebasnya, tanpa batas yang jelas. Perzinaan kini terasa menjadi hal yang tidak asing bagi telinga manusia. Untuk selanjutnya menjadi hal yang dibenarkan , naudzubillah. Inilah keadaan memperihatinkan yang dikhabarkan oleh rasul kita sebagai salah satu tanda hari kiamat. Sukakah kita dengan kemungkaran yang seperti ini ? Bila tidak, mari kita ikut ambil bahagian memperbaiki situasi ini !
Tanda kiamat lain yang diberitakan oleh nabi kita adalah tersia-sianya amanah. Ini dalam sabda nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam ketika beliau ditanya: “Wahai Rasulullah, bilakah Hari Kiamat itu? Rasulullah menjawab: ” Jika amanah telah disia-siakan tunggulah datangnya kiamat, orang itu berkata “Bagaimana mensia-siakannya(amanah)” Nabi bersabda: “Apabila perkara sudah diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat”
Perkara ini terjadi ketika kebodohan merata dan menjadi hal yang lumrah.
Amanah yang dimaksud di antaranya dalam perkara yang berkaitan dengan agama seperti khilafah, pemerintahan, hukum fatwa dan lain-lain. Mata kepala kita pun menyaksikan dengan jelas realiti dari tanda ini. Betapa banyak manusia di zaman ini yang berbicara dan berfatwa tanpa ilmu. Diulama’kan padahal bukan ulama. Dan juga diserahkannya kepemimpinan bukan pada orang yang sesuai, maka akan menjadi sebuah musibah yang luar biasa. Ini beberapa tanda dari kedekatan hari kiamat, dan memang ia semakin mendekat.Wallahu a’lam….
Wednesday, November 2, 2011
Tatkala Bumi Bergoncang
Hati pun tersentak . bumi digetarkan, air ditumpahkan dari langit dan lautan, dataran diratakan. Ada apa dengan bumi ini!?. Mereka (bumi, langit dan lautan) berkhidmat mentaati perintah Allah, sebagai cubaan, sebagai peringatan bagi penduduk bumi ini. Orang-orang tua, muda belia, laki-laki, wanita, yang sakit, yang sihat, orang awam, polis dan tentera, dari penjahat sampai pejabat, dari pendosa sampai alim agama. Hanya dalam sekali hentakan. Sebagai cubaan bagi mereka yang ditinggalkan, sebagai peringatan bagi mereka yang menyaksikan. Allah mempunyai banyak cara untuk mengambil apa yang memang menjadi milik-Nya. Bila-bila masa pun Dia mahu, siapapun yang Dia inginkan. Tidaklah keadaan kita melainkan hanya menanti giliran. Dan ketika saat itu terjadi, tak ada satu makhlukpun yang dapat lari dari ketentuan-Nya.
Tidak ada seorangpun yang tahu di bumi mana dia akan mati. Sebagaimana tak ada seorangpun yang tahu kemana dia akan kembali. ke neraka tempat siksaan tiada henti? Atau ke syurga dalam kenikmatan abadi?
Masa lalu sudah tak akan pernah kembali. Masa depan juga terlalu tak pasti. Hanya hari ini…saat ini….yang masih kita miliki. Semoga Allah memberikan kesabaran bagi kita dan memberikan ganti yang lebih baik dari yang telah hilang. Semoga Allah mengampuni semua orang Islam yang masih hidup ataupun yang telah tiada.
Ketika ini kaum muslimin banyak sekali mendapatkan musibah, mulai dari pembunuhan, pembantaian, hingga gempa bumi yang melanda. Gelombang tsunami yang dahsyat , yang telah memakan korban jiwa yang banyak. Innalillahi wainna ilaihi rajiun.
Sebagai saudara sesama muslim kita patut perihatin atas musibah tersebut. Mari, kita menghadapi musibah ini dengan penuh kesabaran dan bertawakal kepada Allah. Sungguh, Allah telah menetapkan takdir dan ajal seluruh makhluk-Nya, mengatur dan menentukan segala amal perbuatan serta tindak-tanduk mereka. Lalu Allah membagi-bagikan rezeki dan harta duniawi kepada mereka. Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian, siapa di antara mereka yang terbaik amalannya. Allah juga menjadikan iman terhadap qadha dan takdir-Nya sebagai salah satu rukun iman. Setiap sesuatu yang bergerak atau berdiam di langit dan di bumi, pasti menuruti kehendak dan keinginan Allah.
Lebih jauh lagi, dunia ini sarat dengan kesulitan dan kesusahan. Diciptakan secara fitrah untuk dipenuhi dengan beban dan ancaman, aral rintangan serta berbagai cubaan. Tak ubahnya dingin dan panas, yang memang harus dirasakan oleh para hamba-Nya. Allah berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cubaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. .” (QS. Al-Baqarah: 155)
Berbagai musibah diatas adalah batu ujian, untuk menentukan siapa di antara hamba-Nya yang benar dan yang salah. Allah berfirman:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut: 2)
Jiwa manusia itu hanya dapat menjadi suci, setelah ditimpa ujian. Ujian dan cubaan, akan memperlihatkan kesejatian seseorang. Ibnul Jauzi mengungkapkan: “Orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan abadi tanpa ujian dan cubaan, berarti ia belum mengenal ajaran Islam dan tidak mengenal arti pasrah diri kepada Allah.”
Setiap orang pasti akan merasakan susah, mukmin mahupun kafir di manapun dia berada. Hidup ini memang dibangun di atas berbagai kesulitan dan merbahaya. Maka janganlah seseorang membayangkan bahwa dirinya akan terbebas dari kesusahan dan cubaan.
Cubaan adalah lawan dari tujuan dan memang bertentangan dengan angan-angan dan kesenangan menikmati kelazatan hidup. Setiap orang pasti merasakannya, walau dengan ukuran yang berbeza, sedikit atau banyak. Seorang mukmin diberi ujian sebagai pengajaran baginya, bukan siksaan. Terkadang cubaan itu ada dalam kesenangan, terkadang juga ada dalam kesusahan. Allah berfirman:
“Dan Kami cuba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran…)” (QS. Al-A’raaf: 168)
Allah tidak pernah menahan sesuatu untukmu, wahai orang yang tertimpa musibah, melainkan kerana Allah akan memberimu sesuatu yang lain. Allah hanya mengujimu, untuk memberikan keselamatan kepadamu. Allah hanya memberimu cubaan, untuk membersihkan dirimu. Selama masih ada umur, rezeki pasti akan datang. Allah berfirman:
“Tidak ada yang melata di bumi ini melainkan rezekinya ada di sisi Allah.” (QS. Huud: 6)
Saad bin Abi Waqqash mengungkapkan: “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berat cubaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurut menurut tingkat keshalihannya. Seseorang akan diberi ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, akan ditambah cubaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cubaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cubaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” (HR: Al-Bukhari).
Ingatlah wahai saudaraku, Allah tidaklah menghancurkan sebuah umat, kecuali di dalamnya banyak terdapat pelaku maksiat dan sedikit pelaku ketaatan. Dan, adakalanya kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang dapat menghancurkan umat seluruhnya, sebagaimana Allah telah menghancurkran kaum Tsamud, kerana salah seorang dari mreka telah membunuh unta yang dilarang dibunuh. Begitu pula yang terjadi pada Bani Israel, mereka ditimpa musibah penyakit yang menyebar kerana sebahagiannya terjerumus ke dalam perzinaan. Allah berfirman tentang kehancuran umat:
“Maka, masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang mengainaya dirinya.” (QS. Al-Ankabut: 40)
Mari kita bantu saudara-saudara kita dengan sekuat kemampuan kita, baik dengan menyumbangkan sebahagian harta kita, ataupun mendoakan agar mereka sentiasa diberikan kekuatan, ketabahan serta kesabaran. Amin
Tidak ada seorangpun yang tahu di bumi mana dia akan mati. Sebagaimana tak ada seorangpun yang tahu kemana dia akan kembali. ke neraka tempat siksaan tiada henti? Atau ke syurga dalam kenikmatan abadi?
Masa lalu sudah tak akan pernah kembali. Masa depan juga terlalu tak pasti. Hanya hari ini…saat ini….yang masih kita miliki. Semoga Allah memberikan kesabaran bagi kita dan memberikan ganti yang lebih baik dari yang telah hilang. Semoga Allah mengampuni semua orang Islam yang masih hidup ataupun yang telah tiada.
Ketika ini kaum muslimin banyak sekali mendapatkan musibah, mulai dari pembunuhan, pembantaian, hingga gempa bumi yang melanda. Gelombang tsunami yang dahsyat , yang telah memakan korban jiwa yang banyak. Innalillahi wainna ilaihi rajiun.
Sebagai saudara sesama muslim kita patut perihatin atas musibah tersebut. Mari, kita menghadapi musibah ini dengan penuh kesabaran dan bertawakal kepada Allah. Sungguh, Allah telah menetapkan takdir dan ajal seluruh makhluk-Nya, mengatur dan menentukan segala amal perbuatan serta tindak-tanduk mereka. Lalu Allah membagi-bagikan rezeki dan harta duniawi kepada mereka. Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian, siapa di antara mereka yang terbaik amalannya. Allah juga menjadikan iman terhadap qadha dan takdir-Nya sebagai salah satu rukun iman. Setiap sesuatu yang bergerak atau berdiam di langit dan di bumi, pasti menuruti kehendak dan keinginan Allah.
Lebih jauh lagi, dunia ini sarat dengan kesulitan dan kesusahan. Diciptakan secara fitrah untuk dipenuhi dengan beban dan ancaman, aral rintangan serta berbagai cubaan. Tak ubahnya dingin dan panas, yang memang harus dirasakan oleh para hamba-Nya. Allah berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cubaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. .” (QS. Al-Baqarah: 155)
Berbagai musibah diatas adalah batu ujian, untuk menentukan siapa di antara hamba-Nya yang benar dan yang salah. Allah berfirman:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut: 2)
Jiwa manusia itu hanya dapat menjadi suci, setelah ditimpa ujian. Ujian dan cubaan, akan memperlihatkan kesejatian seseorang. Ibnul Jauzi mengungkapkan: “Orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan abadi tanpa ujian dan cubaan, berarti ia belum mengenal ajaran Islam dan tidak mengenal arti pasrah diri kepada Allah.”
Setiap orang pasti akan merasakan susah, mukmin mahupun kafir di manapun dia berada. Hidup ini memang dibangun di atas berbagai kesulitan dan merbahaya. Maka janganlah seseorang membayangkan bahwa dirinya akan terbebas dari kesusahan dan cubaan.
Cubaan adalah lawan dari tujuan dan memang bertentangan dengan angan-angan dan kesenangan menikmati kelazatan hidup. Setiap orang pasti merasakannya, walau dengan ukuran yang berbeza, sedikit atau banyak. Seorang mukmin diberi ujian sebagai pengajaran baginya, bukan siksaan. Terkadang cubaan itu ada dalam kesenangan, terkadang juga ada dalam kesusahan. Allah berfirman:
“Dan Kami cuba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran…)” (QS. Al-A’raaf: 168)
Allah tidak pernah menahan sesuatu untukmu, wahai orang yang tertimpa musibah, melainkan kerana Allah akan memberimu sesuatu yang lain. Allah hanya mengujimu, untuk memberikan keselamatan kepadamu. Allah hanya memberimu cubaan, untuk membersihkan dirimu. Selama masih ada umur, rezeki pasti akan datang. Allah berfirman:
“Tidak ada yang melata di bumi ini melainkan rezekinya ada di sisi Allah.” (QS. Huud: 6)
Saad bin Abi Waqqash mengungkapkan: “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berat cubaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurut menurut tingkat keshalihannya. Seseorang akan diberi ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, akan ditambah cubaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cubaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cubaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” (HR: Al-Bukhari).
Ingatlah wahai saudaraku, Allah tidaklah menghancurkan sebuah umat, kecuali di dalamnya banyak terdapat pelaku maksiat dan sedikit pelaku ketaatan. Dan, adakalanya kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang dapat menghancurkan umat seluruhnya, sebagaimana Allah telah menghancurkran kaum Tsamud, kerana salah seorang dari mreka telah membunuh unta yang dilarang dibunuh. Begitu pula yang terjadi pada Bani Israel, mereka ditimpa musibah penyakit yang menyebar kerana sebahagiannya terjerumus ke dalam perzinaan. Allah berfirman tentang kehancuran umat:
“Maka, masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang mengainaya dirinya.” (QS. Al-Ankabut: 40)
Mari kita bantu saudara-saudara kita dengan sekuat kemampuan kita, baik dengan menyumbangkan sebahagian harta kita, ataupun mendoakan agar mereka sentiasa diberikan kekuatan, ketabahan serta kesabaran. Amin
Tuesday, November 1, 2011
Kepahitan Di Dunia Adalah Kemanisan Di Akhirat
Kepalsuan-kepalsuan akan keindahan dunia memaksakan sebahagian besar manusia di masa ini saling berlumba-lumba dalam mencapai kesuksesan dunia, sehingga sebahagian besar manusia tidak enggan mencabuli sendi-sendi keimanan dan keTauhidan. Mulai dari mencari rezeki sehingga dengan memanfaatkan rezeki yang sesungguhnya adalah pinjaman dari Allah Ta’ala. Tidak jarang diantara manusia tersebut adalah dari kalangan yang telah memiliki dasar agama bahkan telah pernah menjadi aktivis da’wah ataupun da’i. Namun godaan dan fitnah dunia memang sangatlah berat sehingga tidak sedikit yang terjerumus akibat kekhilafan yang mereka lakukan baik disengaja mahupun tidak disengaja.
Manusia sering tergoda dengan manisnya dunia dengan berbagai macam fasiliti yang tersedia dan tidak sedikit yang akhirnya melupakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah. Bahkan mereka sangat mencela berbagai kepahitan di dunia ini dengan berbagai macam umpatan, keluh kesah atupun amarah. Terlihat sebahagian manusia yang menghina seseorang yang menderita kerana berjuang mencari harta dan rezeki yang halal serta terbebas dari unsur kemaksiatan, minuman keras dan kerosakan agama yang telah menjadi seperti wabak.
Hendaklah kita mengetahui bahwa kepahitan dunia adalah kemanisan akhirat, begitu pula sebaliknya kemanisan dunia adalah kepahitan di akhirat. Sungguh, lebih baik bila seseorang beralih dari kepahitan sementara kepada kemanisan abadi daripada sebaliknya. Jika ini belum dapat kita fahami, maka perhatikanlah sabda Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam:
“Syurga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat.” (HR: Muslim [2822] dalam Al-Jannah, Bab “Sifat Syurga dan Kenikmatannya”)
Pada kedudukan ini tingkat dan tahap manusia berbeza-beza dan akan terlihat hakikat diri mereka. Kebanyakan manusia mengutamakan kemanisan sementara dengan mengorbankan kemanisan abadi, serta tidak kuasa menanggung kepahitan sesaat untuk mendapatkan kemanisan abadi. Kehinaan sesaat untuk meraih kemulian abadi, serta ujian sesaat untuk mendapatkan kesentosaan abadi. Baginya yang ada sekarang adalah nyata, sedangkan yang dinanti masih ghaib. Imannya lemah dan kekuasaan nafsu benar-benar kukuh, sehingga lahirlah sikap mengutamakan dunia dan penolakan terhadap akhirat. Inilah keadaan mereka yang pandangannya tertuju hanya kepada perkara-perkara nyata, permulaan dan dasarnya saja. Adapun pandangan cerdas yang menembus tirai dunia sehingga mampu mencapai berbagai akibat dan puncak persoalan, maka keadaannya akan berbeza.
Maka ajaklah diri anda untuk melihat apa yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala bagi para waliNya yang taat kepadaNya, iaitu kenikmatan abadi, kebahagiaan selamanya, dan kemenangan paling besar. Serta kepada apa yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala untuk orang-orang yang malas dan lalai serta tidak menjadikan syariat sebagai landasan mencari kenikmatan/rezeki, iaitu berupa kehinaan, hukuman, dan penyesalan yang kekal. Pilihlah mana di antara keduanya yang lebih layak untuk anda ambil. Masing-masing akan bekerja sesuai dengan bahagiannya dan setiap orang akan berbuat menurut keadaan masing-masing dan yang sesuai dengan dirinya, tentunya dengan berbagai kesan yang harus diterima berdasarkan pilihan tersebut. Wallahu ‘Alam..
Manusia sering tergoda dengan manisnya dunia dengan berbagai macam fasiliti yang tersedia dan tidak sedikit yang akhirnya melupakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah. Bahkan mereka sangat mencela berbagai kepahitan di dunia ini dengan berbagai macam umpatan, keluh kesah atupun amarah. Terlihat sebahagian manusia yang menghina seseorang yang menderita kerana berjuang mencari harta dan rezeki yang halal serta terbebas dari unsur kemaksiatan, minuman keras dan kerosakan agama yang telah menjadi seperti wabak.
Hendaklah kita mengetahui bahwa kepahitan dunia adalah kemanisan akhirat, begitu pula sebaliknya kemanisan dunia adalah kepahitan di akhirat. Sungguh, lebih baik bila seseorang beralih dari kepahitan sementara kepada kemanisan abadi daripada sebaliknya. Jika ini belum dapat kita fahami, maka perhatikanlah sabda Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam:
“Syurga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat.” (HR: Muslim [2822] dalam Al-Jannah, Bab “Sifat Syurga dan Kenikmatannya”)
Pada kedudukan ini tingkat dan tahap manusia berbeza-beza dan akan terlihat hakikat diri mereka. Kebanyakan manusia mengutamakan kemanisan sementara dengan mengorbankan kemanisan abadi, serta tidak kuasa menanggung kepahitan sesaat untuk mendapatkan kemanisan abadi. Kehinaan sesaat untuk meraih kemulian abadi, serta ujian sesaat untuk mendapatkan kesentosaan abadi. Baginya yang ada sekarang adalah nyata, sedangkan yang dinanti masih ghaib. Imannya lemah dan kekuasaan nafsu benar-benar kukuh, sehingga lahirlah sikap mengutamakan dunia dan penolakan terhadap akhirat. Inilah keadaan mereka yang pandangannya tertuju hanya kepada perkara-perkara nyata, permulaan dan dasarnya saja. Adapun pandangan cerdas yang menembus tirai dunia sehingga mampu mencapai berbagai akibat dan puncak persoalan, maka keadaannya akan berbeza.
Maka ajaklah diri anda untuk melihat apa yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala bagi para waliNya yang taat kepadaNya, iaitu kenikmatan abadi, kebahagiaan selamanya, dan kemenangan paling besar. Serta kepada apa yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala untuk orang-orang yang malas dan lalai serta tidak menjadikan syariat sebagai landasan mencari kenikmatan/rezeki, iaitu berupa kehinaan, hukuman, dan penyesalan yang kekal. Pilihlah mana di antara keduanya yang lebih layak untuk anda ambil. Masing-masing akan bekerja sesuai dengan bahagiannya dan setiap orang akan berbuat menurut keadaan masing-masing dan yang sesuai dengan dirinya, tentunya dengan berbagai kesan yang harus diterima berdasarkan pilihan tersebut. Wallahu ‘Alam..
Subscribe to:
Posts (Atom)